HARIANINDONESIA.COM – Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebut ada sejumlah kendala dalam mengusut transaksi mencurigakan yang ditemukan PPATK.
Yaitu kendala yang dihadapi Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU).
Menurut Mahfud, kendala itu antara lain:
1. Dokumen yang dilaporkan tidak ditemukan dokumen aslinya
Baca Juga:
Penyanyi Yura Yunita Ungkap Perasaannya Saat Menyanyi di Kemenangan Timnas Indonesia vs Arab Saudi
Prabowo Ucapkan Terima Kasih Tim Nasional Luar Biasa Usai Sukses Bobol Pertahanan Arab Saudi
2. Penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur
Baca artikel lainnya di sini: PPAT Temukan Dana Rp1 Triliun Hasil Tindak Pidana Kejahatan Lingkungan Mengalir ke Partai Politik
3. Tindak lanjut pemeriksaan yang tidak menyasar ke ranah pidana.
“Dokumen dilaporkan tidak ada atau tidak ditemukan. Yang kedua, dokumen tidak autentik, kadang kala hanya berupa fotokopi atau diambil dari Google sehingga ini diduga palsu,” ungkap Mahfud MD kepada wartawan, Senin (11/9/2023).
Baca Juga:
Sebanyak 2.811 Personel Gabungan Lakukan Pengamanan dalam Tanding Timnas Indonesia Lawan Arab Saudi
Ketiga, lanjut Mahfud, ada beberapa instansi yang tidak mematuhi instrumen teknis saat mereka menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Banyak yang tidak mematuhi instrumen teknis yang disediakan oleh internasional mengenai tindak pidana pencucian uang,” ucapnya.
Mahfud menuturkan, ada beberapa kasus yang melibatkan diskresi pejabat berwenang.
Terkait dengan diskresi, menurut dia, sebetulnya secara hukum itu dapat dibenarkan selama ada manfaatnya.
Baca Juga:
Penetapan Tersangka Disebut Dilakukan Secara Sewenang-wenang, Tom Lembong Resmi Ajukan Praperadilan
Zulhas Kumpulkan Kementerian dan Badan di Bawah Kemenko Bidang Pangan, Bahas Swasembada 2028
Sebagai Kndaraan Resmi Kenegaraan, Prabowo Ingin Gunakan Mobil Buatan Indonesia Maung Garuda
“Yang sering menjadi tempat sembunyi ini, dibilang ada diskresi untuk tidak dilanjutkan. Nah, ini yang akan kami cek, siapa yang memberi diskresi? Apa alasannya?” terangnya.
“Hukum itu ada kepastian, ada keadilan, dan ada kemanfaatan. Akan tetapi, yang mau kami selidiki apa betul, siapa yang minta diskresi ini, dan apa alasannya. Nah, ini belum bisa dibuka sekarang,” tambahnya.
Sering kali, lanjut dia, ada yang mengatakan bahwa diskresi itu karena perintah atasan. Namun, saat dikonfirmasi, perintah itu ternyata tidak pernah diberikan.
“Terkadang orang pinjam nama orang. Ya, ini apa betul, apa enggak, begitu nanti kami cari,” tandasnya.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp281,6 triliun.
Dari 18 laporan, sebanyak 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan.***